Selasa, 05 Juni 2012

berbisik pada dua arah


Sambutlah aku masa depan, selamat tinggal masa kelam…
Tempat baru ini adalah lompatan dari ujung pulau…
Menapak dengan penuh ketakutan
Banyak yang aku sesali di tempat seberang,
Dan banyak yang harus dan akan kubenahi di tempat ini, tempat perjuangan.
Meski di awal perjalanan…
Sulit sekali kutemukan angin yang dapat kusapa atau hujan yang siap menyejukkan suasana.
Kurasa banyak sekali lumatan-lumatan masa kelam yang masih kutemui disini
Namun, beruntungnya diri ini…
Bisa bertemu dengan unta di gersang dan tandus padang pencarian.
AKU MENEMUKANNYA!!!
Hidupku, jalanku, YANG BARU!!!
Segera ingin kulepas semua compang camping pakaian masa lalu,
Dan segera kusambut rona wajah yang baru,
Ingin kesentuh, lalu kucium sebagaimana aku mencium ibuku…
Namun, betapa susah menyapa dirinya…
Seolah rasa bahagiaku bertemu dengannya, tak sama dengan rasa bahagianya bertemu denganku.
Sementara dibalik punggungku masih tersisa robekan baju yang begitu usang dan ingin sekali kutanggalkan.
Namun tanganku tak sampai untuk menjangkau, barangkali ia masih merasa tak sepadan dengan aku yang masih tercemar, sementara dia telah rapi bercadar.
Baiklah, aku mengaku…
Aku tengah melalui safar, bagiku ini adalah jalan yang panjang, harus kuteguk perlahan agar dapat kucerna dan tak kumuntahkan.
Sungguh ia adalah sari yang manis lagi menyegarkan.
Namun, lihatlah mulutku… masih terlalu sempit untuk menampung semua masuk ke dalam lambung.
Beri aku kesempatan.. beri aku kesempatan… untuk membersihkan diri dari puing-puing masa laluku.
Sungguh aku ingin menjadi bagian darimu, karan aku tahu, kaulah rombongan yang akan mengantar pada tempat abadiku…
Namun, bekalku masih tak sebanyak yang lainnya, masih harus ku kumpulkan perlahan, dan mungkin harus kutemukan tas baru untuk itu.
Berbahagialah bertemu denganku…
Jika kau adalah secercah matahari setelah gulita masaku, semoga aku menjadi satu kayu dalam jembatan menuju kebunmu.
Bermanis mukalah menyambutku…
Jika kau adalah pelipur di tengan jerat masa lalu yang masih  mengintaiku, semoga aku menjadi setetes embun di pagi harimu.
Aku mencintaimu…
Namun maklumilah jika aku masih melirik kearah belakang, karena aku sedang berusaha, membersihkan setiap debu yang melekat di balik lengan, karena aku masih baru mebersihkan badan.

Masa lalu, akan kutinggalkan dirimu perlahan.
Aku tahu kau tahu bahwa aku mencintaimu, namun tak sepatutnya cinta diantara kita membuatku tersesat di tengah jalan, hingga kita berdua teperosok pada lembah yang teramat dalam.
Terbiasa, dulu menjadi sebuah alasan bagiku untuk bertahan.
Namun, aku tak bisa membiasakn diri terus terusan bersungkur dalam pahitnya kegelapan.
Aku butuh kebenaran yang indah, bukan keindahan yang menutupi kebenaran.
Aku butuh kebenaran yang utuh, bukan kebenaran yang terpilih.
Aku butuh ilmu dari empunya, bukan dari hasil otodidak yang hanya diajari kulitnya.
Dah, kau… wahai masa lalu, kau tak dapat memenuhi semua yang kupinta.
Meski begitu, tak kupungkiri, kau telah menyuapiku beberapa darinya, namun yang menyakitkan, kau menyembunyikan bagian paling manisnya.
Kini, meski aku masih terlihat olehmu, janganlah berharap aku masih dekat denganmu,
Kini, meski aku masih terasa olehmu, jangan mengira aku masih ada pada dirmu.
AKU TELAH KELUAR DARI LENGKARANMU.
Aku bukan bagian dari penganut dogmamu.
Aku bukan pengikut rentetan teori semangatmu yang miskin ilmu.
Aku tak mau lagi berada di situ.
Aku tak sudi lagi kau tarik ke dalamnya.
Aku benar-benar tak sanggup.
SAMBUTLAH AKU MASA DEPANKU, SELAMAT TINGGAL MASA KELAMKU.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar