Dalam Sebuah gumpal yang kian tak tenang
Meresapi coba dalam merasa
Dikala pikiran telah mengingatnya
Mengingat wajah yang tak biasa
Bagaimana pula bisa melupaknnya, seolah cukup satu yang
dapat terekam saja.
Aduhai, begitu bahaya pandangan mata, membuat yang jauh
seolah hadir didepannya.
Aduhai begitu bahaya senyum indahnya, membuat yang tidur
seolah terjaga.
Hati… Hati-hati dengan penyakitmu yang tak punya hati.
Berdegup-degup sendiri, walau tengah sendiri.
Lalu lalang seperti pameran, tersenyum, menyapa, walau
sebenarnya tak ada.
Oh, sukma…
Berhentilah menakuti dirimu dengan bayangnya.
Cukuplah dirimu sendiri yang mampu menghadangnya.
Menutup rapat pintu-pintu angan.
Membilas habis noda-noda kasmaran.
Kau hanya bisa menggeleng-geleng tak sabar.
Kau hanya sekelumit, sedetik, segaris, sebuah peran.
Apakah lagi yang kau harapkan?
Dalam cinta yang tak ada awal apatah lagi berawal…
Dalam rindu yang tak ada musim, apatah lagi bermekaran.
Wangi-wangi bunga disana telah berlalu baginya.
Tambatannya telah terikat kencang tak ada duanya.
Sesempurna apapun dirimu, pastilah tak kan kau dapat
cintanya yang telah sempurna.
Sekuat apapun usahamu, pastilah tak kan sanggup kau
mengahdap begitu saja.
Ia… Ia… ia telah menjadi bagian dari bahtera.
Degupmu, itu, rindumu, itu, anganmu itu…
Akan terhenti begitu saja.
Seperti dahulu kala.
Mencinta pada dayung yang telah menemukan samuderanya.
yah begitulah cinta. jika tidak difollow-up, ia akan berlayar begitu saja. namun masalahnya, ketika diri terus berinteraksi dengannya, semakin menjadi rasanya.. ahh
BalasHapushah? yaaa terimakasih pengalamannya...
BalasHapushehe.. tapi jangan salah memaknai kata 'interaksi' di atas ya.
BalasHapushttp://mahdiy.wordpress.com/
*jangan lupa mampir :D
na'am yaaa syaikhunaaaa Mahdiy.
BalasHapusWah, blognya lebih berbobot daripada yang satu ini, ternyata mahasaiswa UI y...